Beranda

Followers

Selasa, 29 April 2014

Menuai Sains Mengenal Tuhan

Menuai Sains Mengenal Tuhan
Oleh : Halida Rahmi Luthfianti[1]

Siapa yang mengenal potensi dirinya dia akan menemukan dunia kesuksesannya
Siapa yang mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhannya
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi sesama manusia. Ilmu merupakan cahaya penerang dalam mengarungi lembah kehidupan serta bekal untuk mengenal Tuhan, atau sarana tentang alam semesta yang diterjemahkan dalam bahasa agar kemudian dimengerti oleh orang lain.

Jika kita memandang islam sebagai ilmu maka islam merupakan agama terbuka. Saat kita memandang islam itu sebagai ideologis, maka islam adalah agama yang tertutup. Objektifitas nilai islam yakni dari islam untuk semuanya. Artinya islam adalah rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh alam), secara keseluruhan. Tidak hanya rahmat untuk orang islam saja akan tetapi harus menjadi rahmat bagi orang yang non islam sekalipun. Sesuai dengan firman Allah dalam Surat al-Anbiya ayat 107 yang bunyinya, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Saat Al-Biruni menyodorkan teori perhitungan jari-jari dan keliling bumi dengan menggunakan bahasa matematisnya, tidak lantas yang dapat menerima teori tersebut hanya orang islam saja. Orang-orang non muslim, bahkan ilmuwan non muslim pun mampu menerima teori tersebut. Hal ini menunjukan bahwa islam itu tidak hanya untuk islam, akan tetapi untuk semua. Islam Rahmatan lil’alamin. Adapun konstruk islam dan ilmu dalam memandang suatu permasalah yang ada adalah sebagai berikut :
1.      Subjektif
Islam dipandang sebagai politisi (tertutup). Yakni dengan merujuk atau kembali kepada Al-Quran dan Hadits
2.      Objektif
Memandang suatu permasalahan yang ada secara keseluruhan dengan mengkaji Ilmu Pengetahuan. Menggunakan akal yang objektif.
3.      Intersubjektif
Islam dipandang sebagai agama yang terbuka, yakni mengkaji dengan akal yang mencerahkan, melihat realita sosial yang ada sesuai dengan pengalaman yang dilakuan. Merupakan lembah dari perjalanan mengkaji Al-Quran, Hadits dan ilmu pengetahuan, yakni sebuah produk ide kreatif yang inovatif yang mampu menjadi solusi bagi umat pada umumnya.
Indra merupakan penyusun tubuh untuk melihat fenomena, akal untuk menganalisis hingga sampai kepada konstruk sebuah fenomena yang telah diamati indra. Nashir al-din thusi menyatakan akal merupakan kesempurnaan manusia yang membedakan antara hewan dengan mahluk Tuhan lainnya.[2]
Memaknai al-quran adalah memaknai kebenaran, artinya bagaimana Al-Quran dapat berguna sebagai salah satu variable untuk berdialog dengan Tuhan dalam memaknai kebenaran. Dialog inilah yang kemudian menjadikan manusia-manusia yang inovatif. Mampu memandang permasalah dengan sebuah solusi nyata. Inovasi ini berkali-kali sudah sering disentil oleh alquran dengan 49 kali menyebutnya dengan kata ‘aql yakni bagaimana kita bisa menggunakan akal dengan seefektif mungkin dengan petunjuk kajian dari alquran yang kemudian diolah oleh akal yang mejadikan manusia menjadi mahluk spesial dibanding mahluk lainnya. Bahkan bukan hal yang mustahil saat kita dapat menemukan potensi diri kita dari Al-Quran.
Sains adalah sarana pemecahan masalah mendasar dari setiap peradaban. Tanpa sains peradaban tidak dapat mempertahankan struktur-struktur politik dan sosialnya atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat dan budayanya. Sebagai wujud eksternal suatu epistemologis, sains membentuk lingkungan fisik, intelektual dan budaya serta memajukan cara produksi ekonomis yang dipilih oleh suatu peradaban.[3] Maka pada akhirnya sains adalah sarana untuk merubah bahkan mencetak suatu peradaban.
Ilmu pengetahuan dan teknologi atau iptek adalah salah satu sisi yang terus digalakkan dan dimajukan oleh banyak negara di dunia. Tidak sedikit negara maju yang berhasil menciptakan sesuatu karena majunya sisi IPTEK. IPTEK sangat berperan dalam kemajuan negara. Negara maju merupakan sebutan untuk negara yang menikmati standar hidup yang relatif tinggi melalui teknologi tinggi dan ekonomi yang merata. Teknologi merupakan peran utama yang ditopang oleh bangunan sains menuju suatu peradaban maju.
Akan tetapi pada kenyataanya sains menjadi sumber "kebodohan" dari kemajuan teknologi ini. Maka yang terjadi adalah dikerdilkannya Sains. Saat kemudian negara-negara maju dengan teknologi yang semakin maju, lantas semakin besar pula tingkat kriminalitas yang ada. Seolah-olah semakin maju teknologi semakin meningkat pula kriminalitas yang ada. Mengapa demikian? Tentu hal ini ada kekeliruan konsep yang belum dibangun, yakni bangunan Agama. Pada hakikatnya sains merupakan salah satu ilmu yang berperan penting dalam penerang peradaban.
Sains barat bertumpu pada materialisme ilmiah, yakni Tuhan dianggap imajinasi manusia yang lemah dan tak berdaya, malaikat dan setan dianggap sebagai lompatan agen untuk menjelaskan fenomena alam. Materialisme ilmiah menolak keberadaan Tuhan, materi dianggap ada pada keabadian masa lalu, tanpa ada campur tangan Tuhan.[4] Maka kemudian menjadi hal yang wajar saat sains yang tidak mempunyai pilar Agama atau hanya bertumpu pada matearialisme ilmiah telah membawa terhadap kebangkrutan nilai.
Sejatinya ilmu itu harus mengantarkan kita untuk mengenal Tuhannya, bahkan hingga mengantarkan kita untuk lebih dekat dengan Tuhannya. Sehingga memberikan manfaat untuk kemajuan umat tanpa mengkerdilkan sains itu sendiri. Bahkan akan membawa terhadap kekayaan atau kebangkitan  tata nilai.


[1] * Mahasiswi S1 Fisika Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto
  * Kabid Riset dan Keilmuan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) UNSOED
  * Kabid Pengkajian Ilmu Pengetahuan (PIP) PD IPM Banyumas
[2] Agus Purwanto, 2012. Nalar Ayat-Ayat Semesta
[3] Sardar, 1987, 161
[4] Agus Purwanto, 2012. Nalar Ayat-Ayat Semesta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar