Pelajar Bekarakter Menuju Jiwa
Pelajar yang Akademis
“Perkaderan IPM yang ideal untuk membentuk peradaban”
“Perkaderan IPM yang ideal untuk membentuk peradaban”
(Prasyarat PKTM III PW IPM Jawa Tengah)
Oleh : Halida Rahmi Luthfianti[1]
Kader
secara bahasa artinya penerus. Kader (Perancis:cadre) atau les cadres maksudnya
adalah anggota inti yang menjadi bagian terpilih dalam lingkup pimpinan serta
mendampingi kepemimpinan. Tanpa kader kepemimpinan tak akan dapat berjalan
ideal, maka tak salah banyak orang berkata jika kader merupakan jantung
organisasi. Begitupun disebutkan dalam
QS. Al-Fath/48:29 bahwa kader bagaikan flora yang kokoh dan menawan : “….Yaitu
seperti yang mengeluarkan tunasnya, Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat
lalu menjadi besarlah Dia dan tegak lurus di atas pokoknya ; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-mukmin). Allah menjajajikan kepada
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang ssoleh di antara mereka
ampunan dan pahala yang besar”
Jika
tumbuhan ingin tumbuh menjadi besar dan kokoh, maka bagaimana menjadikan
tunas-tunasnya agar menjadi lebih kokoh. Begitupun sama halnya dengan suatu
organisasi ketika ingin menjadi suatu organisasi besar dan berkualitas, maka sejatinya
merupakan hal yang wajib untuk kemudian memperkokoh kader sebagai tunasnya.
Perkaderan
ideal merupakan cara bagaimana agar mampu menjadikan kader sebagai tunas-tunas
sebuah organisasi menjadi kokoh, sehingga pada saat tumbuhan itu beranjak besar
bahkan menjadi tua atau kemudian rapuh, maka tumbuhan akan tetap berdiri kokoh
meski diterpa angin sekencag apapun. Sejatinya setiap tumbuhan menolak saat
tumbuhan mulai beranjak menjadi besar akan tetapi tunas, akar, batang bahkan ranting belum cukup kokoh untuk menerpa
ributnya angin yang kian semakin tumbuhan tumbuh semakin kencang pula angin
yang menerpa. Meningkatkan kualitas
kader demi memperkokoh organisasi merupakan hal yang sangat penting dilakukan.
Pelajar
merupakan tunas-tunas yang tepat untuk menjadikan sebuah organisasi kokoh
bahkan berkualitas. Karena pelajar adalah pewaris suatu bangsa[2].
Dewasa kini teknologi semakin maju, globalisasi semakin mencaci, modernisasi
semakin tak berarti bagi mereka yang tak pernah mengambil arti. Dampaknya para
pewaris bangsa malah menjadi salah satu korban dari ketidak berartian ini,
bahkan banyak pelajar yang sudah tak menjadi pembelajar sebagai mana mestinya. Pergaulan bebas, free sex, penggunaan napza, dan
kriminalitas yang didukung oleh kecanggihan teknologi dan komunikasi menambah
gencarnya kebobrokan pelajar. Hal ini seolah menjadi jawaban atas ketidakmampuan pelajar dalam menempatkan diri
sebagai pelajar yang akademis.
Apa jadinya jika tunas-tunas yang seharusnya menjadi pewaris bangsa, malah jadi
pe-miris bangsa?
Maka
Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) harus mampu menjadi garda terdepan dalam
mengatasi permasalahan yang terjadi pada pelajar masa kini. Revitalisasi kader
di tubuh Ikatan Pelajar Muhammadiyah merupakan jawaban atas kerisauan pelajar
masa kini. Revitalisasi kader adalah penyiapan atau peningkatkan kader menjadi
tunas-tunas yang kokoh dan berkualitas.
Ada
dua hal yang ingin penulis sampaikan terkait metode revitalisasi kader di
Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini, yakni pertama
adalah pendidikan kaderisasi formal yang ada di IPM dan kedua adalah gerakan yang
kemudian membuktikan jiwa pelajar yang akademis. Pun dua output yang kemudian akan
didapat dari revitalisasi kader ini, yakni pelajar berkarakter dan pelajar yang
akademis. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mengorek
kaderisasi formal di Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang kemudian akan menjadi
loncatan awal mula character building
ini dibangun, yakni Pelatihan Kader Taruna Melati dan Gerakan Pelajar Berkemajuan
dengan komunitas kreatifnya[3].
Pertama, Taruna
melati merupakan kaderisasi formal yang wajib diikuti di Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (IPM) dari tingkat Ranting hingga Pusat. Taruna Melati (TM) adalah
komponen utama system pengkaderan IPM yang diselenggarakan dalam kesatuan waktu
tertentu untuk mempersiapkan Kader Ikatan dan atau Kader Pimpinan IPM, agar
kemudian Terbentuknya Kader IPM yang memiliki sikap, pemikiran dan prilaku
sesuai dengan kepribadian muhammadiyah serta berkecakapan melakukan fungsinya
sebagai Kader IPM.[4]
Pada hakikatnya Taruna Melati ini tak hanya mendengarkan ceramah selama
beberapa hari di suatu ruangan sambil
ngantuk atau bahkan suntuk. Akan
tetapi jauh lebih dari itu Taruna Melati bisa
diartikan sebagai kawah candradimuka, yakni peserta didik datang, membawa
segenap potensi yang belum diasah, dan pulang dengan secercah harapan yang
menunjukkan beberapa potensi yang kemudian lebih terlihat[5]
.
Tentunya hal ini akan didapatkan ketika Taruna Melati tak
hanya sekedar dilaksanakan karena formalitas yang ada, tapi bagaimana esensi dari
kaderisasi bisa didapatkan. Sejatinya konsepan terbaik sudah disusun dengan
berbagai otak cerdas kader IPM se-Indoonesia yang kemudian tertuang di SPI,
maka kemudian bagaimana level pimpinan meaplikasikannya sesuai dengan
kebutuhannya.
Menurut Reber dalam Sugihartono (2007: 74) mendefinisikan
belajar dalam dua pengertian. Pertama, belajar sebagai proses memperoleh
pengetahuan, dan kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang
relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. Pada hakikatnya dua hal
ini ada dalam tubuh perkaderan Taruna Melati, mulai dari pemahaman materi lewat
evaluasi pree test, midle test, dan post test, kecakapan berbicara dan
pengasahan intelektual lewat monitoring dan diskusinya, keakrabandan
kebersamaan lewat ice breaking, out bond, bahkan gamesnya, kepemimpinan lewat
tim-tim yang telah dibentuk, dan banyak lagi konsep yang mengantarkan peserta
agar kemudian menggelitik bakat yang terpendam agar muncul ke permukaan. Taruna
Melati tak hanya berakhir di beberapa hari saja, tapi ia mampu mengaplikasikan
segala materi yang didapat pada beberapa hari itu di kegiatan follow up setelah
Taruna Melati dilaksanakan, baik itu dengan mengadakan kegiatan atau berupa
sekolah kader yang merupakan pengenalan lebih dalam terhadap materi-materi yang
lebih detail dan penambahan lebih komprehensif tentang segala pengetahuan yang
dibutuhkan sebagai seorang pelopor, pelangsung, dan penyempurna amanah.
Bakat-bakat terpendam para peserta didik kemudian bisa dikembangkan melalui
hubungan relasional dalam IPM, entah itu kelebihan intelektual, spirirtual,
kepemimpinan, estetik, kinestetik, ataupun psikomotorik. Hal ini bisa terwujud karena
IPM memilik bidang Kajian dan Dakwah Islam (KDI) untuk menampung pelajar yang
memiliki potensi yang lebih dalam ranah spiritual, bidang Perkaderan untuk
pengembangan kepemimpinan dan pengembangan sumber daya manusia, bidang
Pengkajian Ilmu Pengetahuan (PIP) untuk mengembangkan intelektualitas kader,
bidang Apresiasi Seni, Budaya, dan Olahraga (ASBO) yang tepat bagi para calon
seniman dan olahragawan, bidang Kewirausahaan untuk melatih kemandirian dan
kreativitas pelajar dalam bidang ketahanan ekonomi, dan bidang-bidang yang lain
tergantung kebutuhan local atau membuka peluang penambahan atas dasar kearifan
lokal.[6]
Karakter
merupakan pondasi suatu gerakan agar kelak menjadi kokoh. Karakter merupakan
aspek wajib yang harus dimiliki oleh setiap pelajar, ya tentunya karakter yang
baik. Pada kaderisasi formal inilah pembelajaran ideal dan karakter pelajar
akan didapatkan. Maka setelah melalui
“pembelajaran” sampai kepada hasil belajar yang diperkuat dengan melakukan
follow up tadi, mulai muncullah karakter seorang pelajar yang tahu akan bakat
yang ia miliki dan karakter dirinya sendiri bahkan orang lain.
Kedua, setelah
pelajar mengetahui apa yang menjadi bakat dan minatnya, Ikatan Pelajar
Muhammadiyah tidak hanya berhenti mewadahi dengan bidang-bidangnya, tapi Ikatan
Pelajar Muhammadiyah harus mampu mewadahi bakat dan minat hingga pada
spesifikasi minat yang terfokus. Bahkan menjadi butir-butir prestasi yang mampu
berikan solusi bagi kondisi pelajar zaman sekarang.
Ikatan
Pelajar Muhammadiyah sudah terlalu lama merasa besar di kandang sendiri,
akibatnya gerakan tidak menyentuh kepada basis masanya yakni pelajar. Yang
kemudian IPM hanyalah bagaikan matahari, pepohonan, rerumputan, yang bergerak
dalam sunyi.[7]
Maka saatnya Ikatan Pelajar Muhammadiyah mulai membuktikan kepada cakrawala
yang lebih luas dengan segala kemampuannya lewat Gerakan Pelajar Berkemajuan
(GPB) ini.
GPB ialah gerakan pencerahan secara teologis merupakan refleksi
dari nilai-nilai transendensi, liberasi, emansipasi, dan humanisasi sebagaimana
terkandung dalam pesan Al-Quran Surat Ali Imran ayat 104 dan 110.
GPB mengembangkan pandangan dan misi Islam yang
berkemajuan sebagaimana spirit awal kelahiran Muhammadiyah tahun 1912 dan IPM
tahun 1961. GPB membawa ideologi kemajuan yang melahirkan pencerahan bagi
kehidupan pelajar. Pencerahan (tanwir) sebagai wujud dari Islam yang
berkemajuan adalah jalan Islam yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan
dimana penggunaan akal pikiran dan ilmu pengetahuan
sebagai instrumen kemajuan, Sehingga GPB berorientasi pada pencerdasan,
pemberdayaan dan pembebasan.[8]
Sebuah
generasi membentuk identitas kolektifnya dari sekumpulan pengalaman yang sama,
yang melahirkan ”sebuah identitas dalam cara-cara merespons, dan rasa
keterikatan tertentu dalam suatu cara di mana semua anggotanya bergerak dengan
dan terbentuk oleh kesamaan pengalaman-pengalaman mereka”.[9] Semakin
banyak kesamaan identitas (bakat, minat) maka suatu ikatan akan semakin kokoh
menuju fase, tantangan, hambatan, terpaan angin berikutnya. Maka dengan gerakan
ini pelajar dapat menunjukan kembali identitas pelajar yang akademis.
Pada
akhirnya bahwa kedua fase di atas merupakan sesuatu yang mustahil terwujud jika kita hanya terbelenggu pada ke-formalitas-an saja, tapi jauh lebih dari
itu bagaimana hingga mampu mengambil esensi atau makna setiap aksi yang
dilakukan pada kedua fase di atas. Maka Taruna Melati tidak lagi dijadikan
ajang formalitas kelulusan sekolah atau sekedar merealisasikan program kerja
atau bahkan menjadi ajang peloncoan, begitupun gerakan pelajar berkemajuan yang
mulai diangkat pada Muktamar ke XVIII di Yogyakarta tidak hanya menjadi untaian
kata yang hanya mampu singkirkan debu-debu di sekitar buku saja, yang artinya hanya sekedar bacaan
tak menjadi ratapan, maka untaian kata yang menjadi teori hebat ini harus mampu
singkirkan debu-debu hingga masyarakat umumnya, pelajar khususnya. Dengan
revitalisasi kader dengan mengupas kembali kaderisasi formal ikatan dan ciri
khas gerakan di Ikatan Pelajar Muhammadiyah mampu menjadikan pelajar kembali menunjukan identitasnya sebagai pelajar
yang akademis dan berkarakter.
Pelajar
berkarakter menuju jiwa pelajar yang akademis………………
“Jangan
ngaku aktivis, kalo prestasi miris akademis tipis” (halida,
2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar