Gelitik yang
Produktif, bukan kritik yang konsumtif
Hijaunya alam, birunya langit,
luasnya lautan tak kan pernah kandas menjulang dari Sabang sampai Merauke.
Meski mereka yang terus mengkotori tanah nan damai ini, saksi agung
burung-burung cantik, gaungan sang raja hutan, gemercik air pada indahnya alam,
bahkan gelitikan semut-semut kecil menjadi saksi akan segala perlakuan yang
mampu mengkotori tanah Agung ini.
Mengamuknya alam tanda hukuman
untuk mereka yang tak mampu mencintai dan merawat kekayaan yang telah Tuhan
berikan. Saksi mereka adalah saksi agung. Saksi yang tak kan pernah lekang
hingga dedaunan dan rerumputan menjadi hijau kembali. Gersangnya padang rumput
tanda tetesan air mata mereka yang saat ini menyaksikan keadaan Negeri. Mereka
hanya asik dengan caciannya, tanpa ada relevansi terhadap tanah ini. Bahkan
rasa syukur pun hanya segelintir orang yang terucap dari mulutnya. "AKU
CINTA NEGARAKU!!" adalah satu tanda syukur kita yang paling minim, minimal
mengantarkan energi positif kepada bangsa ini.
Tak dapat dipungkiri, Sabang
sampai Merauke bukanlah Singapure yang hanya sebesar Jakarta, bukan pula
Malaysia yang tak lebih dari gabungan Jawa, Madura, dan Bangka Belitung.
Bhineka Tunggal ika pun menjadi saksi nyata dalam konteks Negara ini.
Bendera merah putih tak akan
menjadi simbol penghormatan di awal pekan anak didik saat hendak masuk sekolah,
bendera merah putih tak akan menjadi simbol penghormatan saat hendak
memperingati Hari Pendidikan Nasional di lapang nan megah sana, begitu pun
bendera Merah Putih tak akan berkibar gagah di tiang kokoh tanpa kehadiran Sang
Tokoh. Ya, merekalah para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa
ini, merekalah saksi akan bendera merah putih yang hendak berkibar haru di
langit biru itu.
Orang-orang hebat banyak ditemukan
di Negeri ini, kekayaan alam indah nan mengagumkan dari Sabang sampai Merauke,
ratusan budaya dapat ditemukan di tanah nan indah ini, begitu pun berbagai
macam suku hidup di tempat ini, tak lupa bahasa yang begitu beragam dapat ditemukan
di tanah nan agung ini. Sungguh kekayaan beragam yang telah Tuhan anugerahkan
terhadap negeri ini.
Siapa
yang tak tahu Letnan
Jenderal Anumerta S. Parman, Letnan Jenderal Anumerta Suprapto, dan Jenderal
TNI Anumerta Achmad Yani? Warga Negara Indonesia yang baik pasti selalu
mengenang jasa mereka dengan segenap perjuangan yang menakjubkan bagi negara
ini. Mereka adalah tiga dari banyaknya pahlawan yang menjadi saksi Sang Merah
Putih berkibar gagah di langit biru sana. Mereka Sang Pahlawan Revolusi,
pejuang penuh aksi.
Lantas, aksi apa yang telah
dilakukan untuk hendak hormati Sang Pahlawan Revolusi? Ah, terkadang malu,
bahkan pilu terhadap perjuangan para pahlawan terdahulu. Tapi tak ada yang
perlu disesali tanpa ada aksi sama sekali. Bukan lagi saatnya memberi kritik
tapi berlaku konsumtif. Bangsa ini butuh aksi seperti pahlawan revolusi. Ya, sudah
saatnya menggelitik tubuh ini agar kelak menjadi bangsa yang produktif.
Enam puluh delapan tahun bukan
lagi angka muda bagi Bangsa ini. Setengah abad lebih telah dilewati. Kiprah apa
yang telah dilakukan hingga hari ini? Bukan lagi cacian yang berteriak di enam
puluh delapan tahun ini. Sudah cukup pengap dan engap dengan segala cacian di genapnya milad ini. Sudah cukup
menggelitik tubuh ini agar berlaku produktif. Negara hanya butuh mereka yang
bisa menyongsong indahnya Merah Putih, Jayanya Merah Putih.
Negara menunggu mereka orang gelitik yang produktif, bukan kritik yang
konsumtif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar