Beranda

Followers

Selasa, 29 April 2014

Gelitik yang Produktif, bukan kritik yang konsumtif #latepost

Gelitik yang Produktif, bukan kritik yang konsumtif

Hijaunya alam, birunya langit, luasnya lautan tak kan pernah kandas menjulang dari Sabang sampai Merauke. Meski mereka yang terus mengkotori tanah nan damai ini, saksi agung burung-burung cantik, gaungan sang raja hutan, gemercik air pada indahnya alam, bahkan gelitikan semut-semut kecil menjadi saksi akan segala perlakuan yang mampu mengkotori tanah Agung ini.

Mengamuknya alam tanda hukuman untuk mereka yang tak mampu mencintai dan merawat kekayaan yang telah Tuhan berikan. Saksi mereka adalah saksi agung. Saksi yang tak kan pernah lekang hingga dedaunan dan rerumputan menjadi hijau kembali. Gersangnya padang rumput tanda tetesan air mata mereka yang saat ini menyaksikan keadaan Negeri. Mereka hanya asik dengan caciannya, tanpa ada relevansi terhadap tanah ini. Bahkan rasa syukur pun hanya segelintir orang yang terucap dari mulutnya. "AKU CINTA NEGARAKU!!" adalah satu tanda syukur kita yang paling minim, minimal mengantarkan energi positif kepada bangsa ini.


Tak dapat dipungkiri, Sabang sampai Merauke bukanlah Singapure yang hanya sebesar Jakarta, bukan pula Malaysia yang tak lebih dari gabungan Jawa, Madura, dan Bangka Belitung. Bhineka Tunggal ika pun menjadi saksi nyata dalam konteks Negara ini.
Bendera merah putih tak akan menjadi simbol penghormatan di awal pekan anak didik saat hendak masuk sekolah, bendera merah putih tak akan menjadi simbol penghormatan saat hendak memperingati Hari Pendidikan Nasional di lapang nan megah sana, begitu pun bendera Merah Putih tak akan berkibar gagah di tiang kokoh tanpa kehadiran Sang Tokoh. Ya, merekalah para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini, merekalah saksi akan bendera merah putih yang hendak berkibar haru di langit biru itu.

Orang-orang hebat banyak ditemukan di Negeri ini, kekayaan alam indah nan mengagumkan dari Sabang sampai Merauke, ratusan budaya dapat ditemukan di tanah nan indah ini, begitu pun berbagai macam suku hidup di tempat ini, tak lupa bahasa yang begitu beragam dapat ditemukan di tanah nan agung ini. Sungguh kekayaan beragam yang telah Tuhan anugerahkan terhadap negeri ini.

Siapa yang tak tahu Letnan Jenderal Anumerta S. Parman, Letnan Jenderal Anumerta Suprapto, dan Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani? Warga Negara Indonesia yang baik pasti selalu mengenang jasa mereka dengan segenap perjuangan yang menakjubkan bagi negara ini. Mereka adalah tiga dari banyaknya pahlawan yang menjadi saksi Sang Merah Putih berkibar gagah di langit biru sana. Mereka Sang Pahlawan Revolusi, pejuang penuh aksi.

Lantas, aksi apa yang telah dilakukan untuk hendak hormati Sang Pahlawan Revolusi? Ah, terkadang malu, bahkan pilu terhadap perjuangan para pahlawan terdahulu. Tapi tak ada yang perlu disesali tanpa ada aksi sama sekali. Bukan lagi saatnya memberi kritik tapi berlaku konsumtif. Bangsa ini butuh aksi seperti pahlawan revolusi. Ya, sudah saatnya menggelitik tubuh ini agar kelak menjadi bangsa yang produktif.
Enam puluh delapan tahun bukan lagi angka muda bagi Bangsa ini. Setengah abad lebih telah dilewati. Kiprah apa yang telah dilakukan hingga hari ini? Bukan lagi cacian yang berteriak di enam puluh delapan tahun ini. Sudah cukup pengap dan engap dengan segala cacian di genapnya milad ini. Sudah cukup menggelitik tubuh ini agar berlaku produktif. Negara hanya butuh mereka yang bisa menyongsong indahnya Merah Putih, Jayanya Merah Putih.

Negara menunggu mereka orang gelitik yang produktif, bukan kritik yang konsumtif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar