Di tengah sibuknya perkuliahan, ku sempatkan ucapkan kata pada
untaian kalimat yang ku tarik pada satu pengalaman sebelum tepat aku
berada di tempat ini.
"Gantungkan mimpi setinggi langit!" Soekarno
"Bermimpilah! Karna Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi mu" Andrea Hirata
Bukan kata yang asing lagi terdengar di telinga kita, bukan pula kata yang tak ada fakta .
Ya mimpi memang harus kita targetkan, bahkan menjadi satu hal yang wajib bagi semua orang untuk mempunyai mimpi. Sangat bayak hal positif yang dapat kita ambil ketika kita sudah metargetkan sebuah mimpi. Hingga kita dapat melakukan segala hal dengan sungguh-sungguh.
Tapi saat sejenak berpikir, semua hal memang mempunyai plus minusnya, seperti layaknya unsur-unsur yang saling berikatan, saling mentrasfer bahkan memakai secara bersama. Ya semuanya saling menguntungkan, apapun positif dan negatifnya hanya untuk menggapai satu tujuan yakni menuju kestabilan.
Terkadang sebagian orang menjadikan mimpi sebagai Tuhan (sesuatu yang diagungkan, dibesarkan), apapun alasannya, ia tak peduli keadaan sekitar seperti apa, "pokonya mimpi adalah apa yang harus dicapai!!". Usaha maksimal positifnya yang akan ia lakukan, tapi egoisme dan sikap menuhankan inilah yang seharusnya dihilangkan pada jiwa Sang Pemimpi, Sang Pemimpi mampu faham dengan keadaan sekitar, mampu menyesuaikan dengan keadaan sekitar.
"Gantungkan mimpi setinggi langit!" Soekarno
"Bermimpilah! Karna Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi mu" Andrea Hirata
Bukan kata yang asing lagi terdengar di telinga kita, bukan pula kata yang tak ada fakta .
Ya mimpi memang harus kita targetkan, bahkan menjadi satu hal yang wajib bagi semua orang untuk mempunyai mimpi. Sangat bayak hal positif yang dapat kita ambil ketika kita sudah metargetkan sebuah mimpi. Hingga kita dapat melakukan segala hal dengan sungguh-sungguh.
Tapi saat sejenak berpikir, semua hal memang mempunyai plus minusnya, seperti layaknya unsur-unsur yang saling berikatan, saling mentrasfer bahkan memakai secara bersama. Ya semuanya saling menguntungkan, apapun positif dan negatifnya hanya untuk menggapai satu tujuan yakni menuju kestabilan.
Terkadang sebagian orang menjadikan mimpi sebagai Tuhan (sesuatu yang diagungkan, dibesarkan), apapun alasannya, ia tak peduli keadaan sekitar seperti apa, "pokonya mimpi adalah apa yang harus dicapai!!". Usaha maksimal positifnya yang akan ia lakukan, tapi egoisme dan sikap menuhankan inilah yang seharusnya dihilangkan pada jiwa Sang Pemimpi, Sang Pemimpi mampu faham dengan keadaan sekitar, mampu menyesuaikan dengan keadaan sekitar.
Ada satu kisah bahwa ia adalah orang yang punya mimpi tinggi dan
kerja kerasnya pun sangat luar biasa, sebut saja dia si fulan. Suatu
hari, di suatu desa kecil tepatnya di Kota Satria ini, terdapat satu
keluarga, dimana beranggotakan keluarga yang lumayan besar, 1 ayah, 1
ibu, dan 5 anaknya, 2 laku-laki, 3 perempuang. Si Fulan adalah anak ke
tiga, yang kebetulan dia perempuan. Semangat yang luar biasa membuat ia
mempunyai segudang prestasi di sekolahnya. Orang tuanya sangat bangga
kepada Si Fulan ini, meski ia punya segudang prestasi, tapi bakti
terhadap orang tuanya tidak ia lupakan, satu desa sangat mengenalnya,
hingga ia menjadi orang terhormat di desa ini. Sejak kelas 1 SMA ia
mempunyai mimpi untuk melanjutkan kuliahnya ke Universitas ternama di
Depok dengan bidang Kedokterannya. Segala persiapan mulai ia siapkan
dari sejak ia masuk SMA. Kedua orang tuanya sangat memberikan support
untuk kuliahnya di Depok sana. Ia pun sangat bersemangat. Singkat cerita
Si Fulan saat ini tengah berada pada akhir SMA nya. Ia mempunyai 2
adik, yakni satu adiknya kelas 6 SD dan satu adiknya lagi kelas 2 SMP.
Ketika lebaran datang, semuanya berkumpul, ayah berkata bahwa adiknya si
Fulan yang SD hendak di masukkan ke boarding, karena keluarganya memang
mewajibkan untuk SMP di boarding, beliau memberikan keringanan untuk
masalah SMA, mau atau tidaknya itu adalah sunnah. Akan tetapi ada amanat
khusus bahwa adiknya yang kelas 2 SMP untuk tetap melanjutkan di
pondok, karena kenakalannya yang cukup menguji keluarganya. Sejak ia kelas 2 SMA ayahnya bekerja sebagai pelayar, yang sering
berlayar antar negara, semua keadaan menjadi berubah, ia tak lagi
mendapat izin dari ayah ibunya, bahkan dari 2 kakanya yang hendak
bekerja dan sudah menikah di Ibu Kota sana. Tidak semata-mata mereka tak
punya alasan untuk tidak menngizinkan, tapi berbagai banyak
pertimbangan telah mereka bicarakan. Ibunya yang sudah lanjut usia dan
hendak sakit-sakitan, menjadi satu alasan yang sangat dipertimbangkan.
Si Fulan sangatlah bingung, karena keadaan yang tiba-tiba membalik
menjadi tidak diizinkan sama sekali. Terlalu gigihnya Si Fulan ini
menjadikan ia mempunyai sifat yang tidak bisa di patahkan saat ia
mempunyai suatu keputusan, dan sejak awal ia telah berjanji terhadap apa
yang menjadi impiannya, apapun keadaannya ia tetap harus menggapai
mimpinya. Maka ia tetap mempertahankan mimpinya, dengan melanjutkan
kuliahnya di Depok sana. Memang, orang tua hanyalah ingin anaknya yang
terbaik, walau ia tak mengizinkan, dengan segala permintaan Si Fulan, akhirnya
ayah dan ibu mengizinkannya, walau ibu harus ditinggal sebatang kara di
kampung sini.
Singkat cerita Si Fulan ini telah berada di Depok sana. 6 bulan ia
jalani, rasanya belum menemukan kenyamanan walau mimpinya yang besar
telah ia gapai. Saat praktikum juga segudang tugas di semester 2 mulai
mengisi kesibukan di perkuliahannya. Tiba-tiba tak sengaja ia ambil
telpon genggam di tas yang tertumpuk banyak setrikaannya, 10 panggilan
tak terjawab terlihat pada layar telepon genggammnya. Ternyata panggilan
ini tepat dari kakanya, panggilan ini menandakan ia harus pulang ke
kampung sana, karena dikabarkan ibunya tengah koma di Rumah Sakit. Lalu
ia bergegas menuju terminal untuk pulang kampung. Hati mulai meluruh,
sepuluh jam menuju kampung halamannya tak sedetik pun ia tertidur, ia
seperti orang yang tak pernah menemukan nikmat di dunia, ia tersadar
akan keadaan saat hendak keluar SMA, ia sangat menyesali keputusannya,
fakultas yang banyak orang ingin-ingin kan, ternyata masih lebih
berharga nasihat orang tuanya, menangis dan terus menangis atas
penyesalan nya, seketika ia melamun seperti orang yang tak mengerti
agama. Akhirnya, tepat pukul 02.00 ia di depan gang rumahnya, ternyata
bendera kuning sudah terlihat mengibar-ngibar dan banyak orang di
rumahnya. Kain kafan sudah menutupi seluruh tubuh ibunya. Kaka yang
menunggu sampe akhir hayat ibunya memanggil si Fulan dan memberikan
sepucuk surat yang di tulis ibunya sebelum ia mengakhiri akhir hayatnya.
Ia membuka surat tepat di kamarnya dulu sejak SMA.
"ibu sangat bangga dengan mu juga anak-anak ibu, hanya surat ini ibu sampaikan kepada mu, karena ada amanat penting yang ingin ibu sampaikan kepadamu. Maafkan ibu dan ayahmu yang telah mendikte saat kamu menentukan pilihan kuliahmu, Nak. Tetaplah kamu menjadi orang besar disana, dan sekarang nyamankanlah keadaanmu disana walau ibu telah jauh darimu, semua bukan salahmu, Nak. Jangan lantas kamu mengurung diri, ibu hanya berpesan hilangkanlah sifat egomu, lihat keadaan sekitarmu saat kamu mengambil keputusan, kelak kamu jadi dokter nanti, pasien sangat membutuhkan mu. Jadilah dokter yang bersahaja, Nak ."
Akhirnya Si Fulan melanjutkan kuliahnya di Universitas tempat ia tinggal dengan tetap mengambil bidangnya Kedokteran, karena tak ada yang menempati rumahnya.
Dari cerita diatas kita dapat mengambil pelajaran, bahwa walau ia punya segudang mimpi yang diinginkan. Sang Pemimpi mampu faham dengan keadaan sekitar, mampu menyesuaikan dengan keadaan sekitar. Sang Pemimpi mampu menyandarkannya kepada Sang Pemberi Keputusan yang Agung Allah SWT.
Idealnya mimpi tak akan terwujud saat Sang Maha Kuasa tak berikan Kuasa kepada Sang Pemimpi. Mereka lupa terhadap apa Zat yang sejatinya kita Tuhankan yakni Allah SWT. Mereka lupa terhadap apa yang sedang dilakukannya adalah alur mengalir yang akan berlabu di lembah, yakni lembah takdir Sang Maha Kuasa. Ya air menuju lembah memang bisa kita alihkan, tapi pun mereka lupa akan semuanya yang tetap berada dalam koridor aturan Sang Maha Kuasa. Maka mereka jadikan mimpi adalah Tuhannya.
Sejatinya kita sebagai Sang Pemimpi yang tak akan lepas dari koridor Sang Maha Kuasa mampu tak menjadikan mimpi sebagai Tuhan, tapi Allah tetap menjadi Tuhan kita saat "bermimpi" dan menggapainya..
"Have a nice dream :-)"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar