"Ya, hidup itu memang perlu pengetahuan/ilmu untuk mengambil langkah ke depan, tapi mangambil keputusan “gambling” sebagai bentuk keberanian manusia juga perlu dilakukan, karena keputusan itu hadir atas keyakinan yang dimiliki, dan keyakinan semata-mata adalah buah dari ikhtiar yang dilakukan".
Sumber : https://www.reviewfrenzy.com/www/category/baby-cleaners-and-detergents/baby-hand-sanitizers/ |
Bulan Ramadhan, juni
2018 tepat 27 tahun usia Pak Suami, juga merupakan bulan ke sepuluh usia
pernikahan. Dua garis merah pada test pack adalah tanda kado terindah sekaligus
amanah yang siap dititipkan kepada kami, walaupun masih banyak berbagai kemungkinan
yang terjadi. Tapi hal tersebut mengingatkan bahwa kami pasangan yang masih
harus banyak belajar menjadi manusia terbaik pada umumnya dan mempersiapkan menjadi
teladan untuk anak-anak kelak. Meskipun sejatinya teladan bukan saja disiapkan
saat akan menjadi orang tua, tapi sejak dilahirkan ke muka bumi sebagai
khalifah fil ard, teladan bagi seluruh makhluk di muka bumi.
Bulan Ramadhan,
adalah bulan dimana proses menjadikan tawadlu (rendah hati) sebagai sikap yang melekat
dalam diri. Iblis menjadi laknat akibat dari kesombongannya, kesombongan
yang lahir atas dorongan hawa nafsu yang sulit dikendalikan. Pun manusia,
adalah makhluk yang memiliki hawa nafsu sehingga dalam hidupnya tidak luput
dari khilaf, sedang shaum adalah obat kendali hawa nafsu. Ada harapan yang
tertanam saat Alloh titipkan janin tepat pada bulan ramadhan kala itu, semoga
kesederhanaan, ketawadluan selalu mengiringi dalam langkah kehidupannya, hingga
menjadi manusia seutuhnya yang hidup penuh dengan ikhtiar dan ketawadluan
sebagai bentuk penghambaan kepada Alloh.
Rencana lebaran Idul
Fitri pertama kami yaitu di kampung halaman Pak Suami, Blora, sehingga beberapa
hari di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan kami sempatkan mudik ke Majalengka.
Setelah beberapa hari di Majalengka, Pak Suami memutuskan pulang duluan ke
Semarang, karena ada hal urgent yang harus segera diselesaikan. Saat itu saya
sedang tidak shaum (anggapannya sedang datang bulan sih), jadi saya antar
sampai stasiun Cirebon. Datang bulan kali ini lebih cepat dari biasanya, dan
keesokan harinya darah sudah berhenti. Akhirnya saya bilang Ibu, dengan jawaban
guyon “itu darah terakhir, Teh”, dengan menggunakan istilah sunda. Yang saya
tidak faham maksudnya “maksudnya bu?”, Ibu jawab “darah terakhir sebelum hamil,
Teh”. Saya tanggapi biasa aja awalnya, karena gak mau kasih harapan atas
sesuatu yang belum pasti. Begitupun sejak awal-awal setelah menikah, banyak
pertanyaan yang biasa terlontar pada pasangan muda yang baru menikah tentang
keturunan, kami tanggapi saja dengan sederhana, jika memang sudah waktunya dan
kita sudah berikhtiar, Alloh tak akan salah atas takdir yang diberikan. So, keep calm and ikhtiar endless!
Karena cara kita bersikap akan menjadi buah-buah kebahagiaan. Sederhana!
Rasa penasaran itu
datang setelah beberapa hari ngobrol dengan ibu di rumah, akhirnya iseng-iseng
beli test pack, gak banyak berharap
dulu sih awalnya, kalau memang ada positif Alhamdulillah, kalau pun negatif gak
boleh ada rasa kecewa berlebih, karena sejak awal gak nyimpan harapan lebih. Ya
iseng-iseng berhadiah aja ini namanya, dan beli test pack pun umpet-umpetan
dari orang rumah hehe. Test pertama, ada dua garis merah tapi samar, terus cari
informasi di internet tentang hasil garis merah yang samar. Hasilnya masih
banyak kemungkinan yang terjadi, belum dikatakan positif seutuhnya, akhirnya
saya tunggu sampai waktu haid telat. Beberapa hari kemudian saya balik ke
Semarang, dan saya obrolkan ke Pak Suami tentang cerita iseng-isengnya saya
beberapa hari ke belakang. Obrolan diawali dengan kesepakatan antar kami agar
tidak terlalu banyak harapan pada apa-apa yang belum pasti. Tentu ada kebahagiaan
kami seagai calon orang, tapi selalu saling mengingatkan untuk menurunkan grade
harapan pada setiap kebahagiaan. Akhirnya ikhtiar kami berlanjut dengan membeli
test pack kembali di waktu jadwal menstrurasi yang sudah lewat. Dua garis merah
yang muncul semakin jelas, kebahagiaan kami pun semakin meningkat. Untuk
memastikan keadaan di dalam Rahim kami bersepakat beberapa hari kemudian untuk
berkonsultasi dengan bidan, dan bidan menyatakan positif. Sejak dinyatakan
positif oleh tenaga ahli, sejak itu pula mulai dilantunkan lafal quran pertama kali
Qs. Ali Imron 190-193 sambil memegang perut. Ada harapan yang ingin kami tanam,
ada pesan Alloh yang ingin kami sampaikan lewat ayat tersebut. Tak terasa air
mata menetes, tanda kebahagiaan sebagai manusia atas kuasa-Nya, rezeki
sekaligus amanah. Pikiran seolah ditarik pada keadaan-keadaan dimana banyak
orang yang sudah berusaha keras mendambakan kehamilan, sekaligus bahan
muhasabah untuk kami yang harus mempersiapkan diri menjadi orang tua.